Radiojfm,com - Perplexity, perusahaan mesin pencarian berbasis kecerdasan buatan (AI), membuat gebrakan besar dengan mengajukan tawaran senilai US$34,5 miliar atau sekitar Rp558 triliun (asumsi kurs Rp16.189 per dolar AS) untuk membeli peramban Google Chrome. Langkah ini diambil di tengah situasi hukum yang sedang dihadapi Google, setelah pada tahun lalu dinyatakan melanggar undang-undang antitrust Amerika Serikat.
Departemen Kehakiman AS mengusulkan agar Google menjual Chrome sebagai salah satu solusi atas pelanggaran tersebut. Namun, Google menyatakan akan mengajukan banding, menyebut usulan penjualan Chrome sebagai langkah yang “belum pernah terjadi sebelumnya” dan mengklaim bahwa penjualan ini dapat merugikan konsumen serta mengancam keamanan.Penawaran Perplexity, seperti dilaporkan CNN pada Selasa, 12 Maret, menjadi contoh terbaru bagaimana startup AI berusaha menantang dominasi raksasa teknologi dan membentuk ulang ekosistem internet di era kecerdasan buatan.
Perplexity adalah startup yang baru berusia tiga tahun. Perusahaan ini memanfaatkan model AI untuk menganalisis konten web dan menyajikan jawaban berbentuk ringkasan, lengkap dengan tautan ke sumber aslinya. Mesin pencari AI milik Perplexity resmi diluncurkan pada Desember 2022, langsung bersaing dengan Google Search.
Selain itu, Perplexity juga telah memiliki browser bertenaga AI bernama Comet, yang dirilis pada Juli lalu. Comet diklaim sebagai peramban yang lebih personal, mampu mengintegrasikan kalender, tab penjelajahan, saluran media sosial, dan berbagai fitur lain yang terhubung langsung dengan kebutuhan pengguna.
Jesse Dwyer, juru bicara Perplexity, mengonfirmasi detail penawaran kepada Google. Ia menyatakan, jika akuisisi berhasil, perusahaan akan mempertahankan preferensi penjelajahan pengguna, termasuk tetap menggunakan Google Search sebagai mesin pencari default. Perplexity juga berkomitmen mendukung dan menyediakan layanan Chrome selama 100 bulan, serta menginvestasikan US$3 miliar dalam pengembangan Chromium — teknologi sumber terbuka milik Google yang menjadi basis banyak browser lain, termasuk Microsoft Edge dan Comet.
Dwyer menegaskan, langkah ini diambil karena Perplexity “percaya pada web terbuka” dan ingin memastikan ekosistem internet tetap kompetitif dan inovatif.
Google Chrome bukan satu-satunya target ambisius Perplexity. Pada awal tahun ini, perusahaan tersebut juga mengaku telah mengajukan penawaran untuk membeli TikTok. Langkah itu dilakukan setelah undang-undang baru di AS mengharuskan ByteDance, induk TikTok, untuk menjual aplikasi tersebut kepada perusahaan non-China atau menghadapi larangan operasional di Amerika Serikat.
Jika tawaran terhadap Chrome diterima, ini bisa menjadi salah satu akuisisi terbesar yang pernah dilakukan oleh sebuah startup terhadap aset digital berprofil tinggi. Keberhasilan langkah ini berpotensi mengubah lanskap industri peramban global dan menjadi momentum penting bagi perusahaan AI untuk menantang dominasi pemain lama di dunia teknologi.***
0 Komentar